Sekitar 505 Ribu Warga Kuningan Merantau, Mayoritas Bekerja di 'BRI', Paling Banyak dari Wilayah Timur

Sekitar 505 Ribu Warga Kuningan Merantau, Mayoritas Bekerja di 'BRI', Paling Banyak dari Wilayah Timur

Warga Kuningan dikenal banyak yang merantau ke luar kota, salah satunya menjalani usaha warung burjo atau bubur kacang ijo.-Istimewa-radarkuningan.com

KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM - Tinggi sekali angka perantau dari Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sekitar 500 ribu orang  mengadu nasib di perantauan. Paling banyak dari wilayah Kuningan Timur.

Dari data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Sosial Kabupaten Kuningan menyebutkan,  jumlah perantau asal Kuningan mencapai 7-10 persen dari angkatan kerja

Data yang dirilis beberapa tahun yang lalu itu juga menyebutkan, jumlah yang merantau mencapai 505.865 orang. Mereka mengadu nasib menjadi perantau di dalam dan luar negeri.

Dari angka sebesar itu, wilayah yang menjadi ‘sarang’ para perantau adalah Kuningan Timur. Seperti Luragung, Cibingbin, Cibereum, Cimahi, dan Karangkancana. Sementara dari wilayah barat dan utara memang ada, tetapi angkanya lebih kecil.

BACA JUGA:Peserta Seleksi JPT Pemkab Kuningan Jalani Assesment dan Psikotes, Diawasi Asesor dari UPT BKD Jawa Timur

Mengapa Kuningan Timur menjadi penyumbang banyak perantau? Salah satu alasannya adalah kondisi wilayahnya yang kurang subur. Tentu apabila dibandingkan dengan wilayah barat dan utara Kuningan.

Warga Kuningan yang mengadu nasib di beberapa kota di Indonesia, sebagian besar bekerja di sektor nonformal, menjadi pedagang dan pekerja kasar. Miasalnya di warung burjo atau bubur kacang ijo.

Mereka banyak yang menjadi penjual rokok, pedagang di pasar, dan menjadi penjual di warung bubur kacang ijo atau burjo. 

Karena itu, warga Kuningan yang mengadu nasib di perantauan terkenal bekerja di “BRI”. Kependekan dari “Bubur Rokok Indomie”.

BACA JUGA:Hitungan Weton Pasangan Capres - Cawapres 2024, Ternyata Tidak Ada yang Cocok, Waduh!

Siklus kerja merantau orang Kuningan pun unik. Biasanya 2 bulan merantau, lalu pulang dan sebulan mereka tinggal di kampung halamannya. 

Sebagian besar di tanah rantau, mereka tidak memiliki tempat tinggal. Di perantauan mereka rela tinggal di bilik-bilik yang juga digunakan untuk berdagang. 

Walau bekerja di sektor nonformal, pilihan untuk menjadi perantau itu sebagain memang menggiurkan. Dalam waktu 2-3 bulan, mereka bisa memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp 10 juta.

Hanya persoalannya, uang hasil jerih payah di tanah rantau itu dibawa pulang ke Kuningan itu tidak dikembangkan. Biasanya digunakan untuk membangun atau memperbaiki rumah dan membeli barang-barang konsumtif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: