Jika Keraton Kasepuhan Dibumihanguskan Belanda, Desa Cilimus Disiapkan jadi Pusat Pemerintahan Darurat

Jika Keraton Kasepuhan Dibumihanguskan  Belanda, Desa Cilimus Disiapkan jadi Pusat Pemerintahan Darurat

Sejarah Desa Cilimus, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan yang erat dengan Keraton Kasepuhan.-Yuda Sanjaya/Dok-radarkuningan.com

BACA JUGA:Kucing Bisa Depresi? Ayo Ketahui Tingkah Laku Kucing yang Mengalami Kecemasan Emosional, Terdapat 3 Cirinya!

Pengageng Keraton Kasepuhan tersebut mengutus keturunan Sultan Sepuh IV tadi. Tujuannya untuk mengantisipasi bila ancaman Belanda benar-benar dilaksanakan.

Yakni, Belanda akan mengebom Keraton Kasepuhan. Sabagai mana nasib Keraton Banten yang dibumihanguskan Belanda akibat pemberontakan Sultan Banten.

 Ancaman tersebut disampaikan Belanda sewaktu meminta Pangeran Suryanegara II menghentikan pemberontakan. Jadi antisipasi tersebut yakni dengan mempersiapkan pusat pemerintahan darurat diwilayah kidul.

Kemudian mengutus seorang yang memiliki trah dari Sunan Gunung Jati sebagai penerus Kesultanan Kasepuhan Cirebon.

BACA JUGA:Ayo Jaga Kesehatan! Terdapat 3 Penyakit Menular Ini Berasal Dari Kucing, Jangan Sampai Tertular

Tapi untunglah ancaman Belanda tersebut tidak pernah dilaksanakan. Sebab, Sultan Sepuh saat itu pernah menyurati Pangeran Suryanegara II memohon untuk menghentikan perlawanan kepada Belanda. Demi keutuhan keraton.

 Kembali pada kisah perjalanan Pangeran Adiredja Martakusumah. Dia meninggalkan Cirebon disertai 2 orang Istrinya serta 5 orang anaknya.

Tentu beserta beberapa orang pengikutnya. Di antaranya Raden Langlangbuwana, Raden Singadiperana dan Raden Gunawicara. Mereka lmenak keturunan Dalem Darim dari keturunan Sunan Gunung Agung atau Buyut Pakidulan dari Garut.

Nama-nama tadi pernah diabadikan sebagai nama Sekolah Dasar (SD) Langlang Buwana di umbul Kalungluwuk. Sekarang bernama SDN V Cilimus dan nama SDN Gunawicara di dekat Desa Indapatra.

BACA JUGA:Hidup di Jalanan Membuat Kucing Kampung Rentan Terkena Penyakit, Kenali 5 Penyakit Kucing Kampung

Pangeran Adiredja Martakusumah menyamarkan diri dengan berpakaian yang umumnya dipakai orang-orang Sunda dulu. Pangsi hitam-hitam dan ikat kepala balangbang semplak. Mereka berlangka, berangkatlah rombongan itu menuju kearah selatan.

Mereka berkuda dan tiba di satu kampung bernama Wanacala, dimana orang kpercayaan Sang Kakek, Tubagus Suryajayanegara dikebumikan. Rombongan berhenti sejenak untuk berziarah terlebih dahulu di makam tersebut.

Setelah usai berziarah, rombongan melanjutkan perjalanannya kembali menuju selatan. Selama dalam perjalanan, Pangeran Adiredja berpikir tentang nama yang cocok sebagai pengganti nama aslinya bila telah tiba ditujuan.

Terinspirasikan nama kampung Wanacala tersebut, dia mengutak-atik nama kampung tersebut, wana-cala, dibalik cala-wana. Akhirnya didapat nama yang cocok yakni Sacawana, gabungan dari “Saca” dan “Wana”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: