Gita Wirjawan: Indonesia Menjadi Negara Modern Butuh Elektrifikasi per Orang Minimum 5-6 Ribu KWH per Kapita

Gita Wirjawan: Indonesia Menjadi Negara Modern Butuh Elektrifikasi per Orang Minimum 5-6 Ribu KWH per Kapita

Elektrifikasi Indonesia saat ini baru 1.300 KWH per orang per kapita.-Endgame-radarkuningan.com

RADARKUNINGAN.COM – Bila Indonesia ingin berkembang, konsumsi listrik masyarakat per orang minimum harus mencapai 5-6 ibu kilo watt hour per kapita.

Sementara konsumsi listrik masyarakat Indonesia sekarang per orang adalah 1.300 KWH per kapita dengan total kapasitas pembangkit listrik terbangun mencapai 75 Giga Watt.

Karena itu, bukan perkara mudah. Dengan konsumsi listrik per orang 5-6 ribu kilo watt hour per kapita, berarti membutuhkan kapasitas pembangkit 5-6 kali lipat dari yang ada saat ini.

Ulasan mengenai energy security dan energy sustainability ini menjadi pembicaraan antara Arsjad Rasjid dan Gita Wirjawan di Podcast Engame.

BACA JUGA:Cara Mengetahui Lokasi Anak dan Istri lewat Fitur Google Maps dan Family Link, Ternyata Mudah Loh!

“Kalau gue itung untuk Indonesia ini terus berkembang dan menjadi negara modern, elektrifikasi per orang itu minimum harus 5.000-6.000 KWH per kapita,” kata Gita Wirjawan.

Dengan konsumsi per orang yang naik, berarti pembangkit listrik juga harus dinaikan kapasitasnya 5-6 kali lipat. Dari 75 GW yang sudah terbangun, berarti masih butuh 300-400 GW lagi.

“Dengan teknologi yang terbarukan, bukan batubara lagi bisa 400-500 miliar dollar dana yang dibutuhkan,” katanya.

Kemudian bila mengganti 75 GW yang terbangun dengan teknologi terbarukan, membutuhkan setidaknya 2 juta dollar per GW atau sekitar 150 miliar dollar.

BACA JUGA:3 Manfaat Tidur Bersama Dengan Kucing Menurut Dokter Hewan, Bernakah Ada Kaitannya Dengan Kesehatan? Yuk Simak

Di satu sisi, Indonesia beraspirasi untuk netralitas karbon. Tetapi pekerjaan rumahnya adalah mencari 400-500 miliar dollar untuk pembangkit terbarukan.

Gita Wirjawan menyoroti paradoksal dalam hal energi ini. Para ahli sustainability memaksa untuk mencapai netralitas karbon, tetapi realitasnya di negara berkembang ketahanan energi justru yang ditamakan.

“Masalah lainnya adalah kemampuan masyarakat. Kita tidak akan mampu membayar 5 atau 6 sen per kw. Kalau pakai nuklir harus di atas 20 sen per kw, matahari di atas 15 sen, geothermal di atas 13 sen. Selama ini masih mahal, kita harus mementingkan rakyat dulu,” bebernya.

Berkaitan dengan itu, Bos Indika Energy, Arsjad Rasjid menilai yang diperlukan Indonesia adalah menentukan apa prioritasnya dan rencana jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: