Banyak Bambu Kuning, Desa di Kuningan Ini Diberi Nama Haurkuning, Ada Kaitanya dengan Kasultanan Solo

Banyak Bambu Kuning, Desa di Kuningan Ini Diberi Nama Haurkuning, Ada Kaitanya dengan Kasultanan Solo

Asal usul Desa Haurkuning, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan yang terkait dengan keberadaan pohon bambu kuning.-Freddy Blunt - tangkapan layar Youtube-radarkuningan.com

RADARKUNINGAN.COM - Salah satu desa di Kuningan ini diberi nama Haurkuning. Pemberian nama tersebut karena dulu di tempat itu banyak ditemukan bambu kuning.

Menariknya lagi, yang memberi nama itu juga bukan orang sembarang. Dia adalah sosok bangsawan dari Keraton atau Kasultanan Solo.

Sekarang ini Haurkuning adalah nama desa yang berada di wilayah Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan. Lokasi desa ini, juga tidak jauh dari Waduk Darma yang terkenal itu.

Nama desa ini memang sering menarik perhatian banyak orang. Sebab, jika dari pusat Kota Kuningan, sebelum sampai ke Waduk Darma, terlihat tulisan besar Haurkuning di dinding jalan. 

BACA JUGA:Bingung Pilih Mobil Bekas? Berikut Rekomendasi Mobil Bekas yang Tepat untuk Pemula

Di jalan masuk ke desa ini, juga tampak gapura. Selain ada tulisan nama desa, di kanan kiri gapura tersebut dihiasi ornamen bambu kuning.

Karena itu menarik perhatian untuk mengetahui seluk beluk di desa tersebut. Termasuk di antara masa lalu desa yang berada di ketinggian ini.

Ternyata, asal usul berdirinya Desa Haurkuning ada kaitannya dengan bangsawan dari Kesultanan Solo. Dia adalah Dalem Brahma Kuning alias Raden Suryanagara. Juga biasa disebut Hasanuddin.

Sosok yang beristrikan Ratu Kuning ini datang pertama kali dan langsung menamai tempat tersebut. Tempat yang banyak bambu kuning atau haurkoneng ini diberi nama Haurkuning.

BACA JUGA:Kenapa Kucing Liar Betah Tinggal di Rumah Kita? Berikut 5 Alasannya yang Mungkin Tidak Anda Sadari

Selain Dalem Brahma Kuning terdapat tokoh lain yang berperan adalah Syeh Jalaludin alias Kuwu Gede. Dia berasal dari Kadilangu, Demak Jawa Tengah. 

Dia beserta istrinya Nyai Wangi Gedong pergi meninggalkan Kadilangu. Tujuannya untuk berkelana menuntut ilmu. 

Tujun suami isteri tersebut adalah Tatar Sunda di Kesultanan Cirebon. Di Cirebon saat itu sedang terjadi penyebaran agama Islam besar-besaran. 

Salah satu alat dakwahnya adalah melalui kesenian. Di antaranya kesenian “Goong Sekaten”. Ternyata kesenian ini mendapatkan antusias yang begitu besar. Akhirannya banyak masyarakat yangmemeluk agama Islam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: