Baliho Calon Bupati Kuningan Bertebaran sampai ke Pelosok Desa, Begini Kata Bawaslu Jabar
Ketua Bawaslu Jawa Barat, Zacky Muhammad Zam Zam.-Andre Mahardika-radarkuningan.com
RADARKUNINGAN.COM - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kabupaten Kuningan, atribut pencalonan dari mulai spanduk sampai baliho, sudah bermunculan beberapa pekan terakhir.
Baliho tersebut diantaranya memunculkan sosok M Ridho Suganda, Dian Rachmat Yanuar hingga Yanuar Prihatin
Mereka digadang-gadang menjadi calon kuat di Pilkada Kuningan 2024 yang akan dilaksanakan pada November nanti.
Menanggapi maraknya atribut tersebut, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Barat, Zacky Muhammad Zam Zam belum bisa menyimpulkan ada pelanggaran atau tidak.
BACA JUGA:Ini Dia Rekomendasi 5 Jenis Tanaman Hias di Kamar Tidur Untuk Bantu Tidur Jadi Lebih Nyenyak!
Salah satu alasannya yaitu, belum ada penetapan resmi nama nama calon yang maju di Pilkada 2024.
"Sebetulnya calon-calonnya kan juga belum ada, calon perseorangan belum ada, gabungan partai politik juga belum ada."
"Jadi, kalau hari ini bertebaran spanduk baliho yang ada tulisan, ini masih dalam ruang kewenangan pemerintah daerah," kata Zacky, kepada radarkuningan.com belum lama ini.
Namun, ia tetap menyarankan, agar pemasangan atribut pengenalan, untuk membiasakan tidak ditempat tempat yang berpotensi menuai pelanggaran nanti saat kampanye resmi.
BACA JUGA:Tidur Jadi Makin Nyenyak, Berikut 5 Tanaman Penghasil Oksigen di Malam Hari Menurut Penelitian
Pada kesempatan itu, Zacky juga menjelaskan bahwa sejumlah pelanggaran yang biasa terjadi saat pemilu yaitu money politic, netralitas ASN dan politisasi birokrasi, kampanye di tempat ibadah dan tempat-tempat dilarang lainnya.
"Itu jadi bagian dari potensi pelanggaran, baik di pemilu maupun di pilkada. Kalau misalnya ada potensi pelanggaran K-3, seperti pemasangan di daerah yang terlarang yang berpotensi membahayakan masyarakat, sarana ibadah misalnya," tambahnya.
Untuk memaksimalkan pengawasan, dia meminta Bawaslu di daerah melibatkan kekuatan civil society seperti tokoh pemuda, tokoh agama, hingga pemerintah di daerah.
"Sumber daya manusia kita terbatas. Di kecamatan hanya tiga orang, di kelurahan dan desa hanya satu orang. Karena itu, segenap kekuatan yang ada di masyarakat harus diikutsertakan untuk turut serta dalam melakukan pengawasan terhadap pemilu," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: