Inilah Kisah Tradisi Rampogan Macan atau Rampokan Macan yang Menjadi Alasan Punahnya Harimau Jawa
tradisi rampogan macan-Foto via Tropenmuseum/wikimedia commons, Edited by Radarkuningan.com-radarkuningan.disway.id
Upacara Rampogan Macan terdiri dari dua sesi, sesi pertama adalah pertarungan harimau dengan kerbau dan banteng, serta untuk sesi kedua adalah pertarungan antara harimau dan ribuan manusia bersenjata tombak.
Wessing pun mengumpulkan keterangan dari berbagai sumber berlandaskan tradisi rampogan macan yang diselenggarakan di keraton kasunanan Surakarta.
Pada perkembangannya, saat upacara ini mulai menyebar ke beberapa daerah, prosesi bagian pertama ini telah ditiadakan.
Sebelum upacara, alun-alun disiapkan dengan kerangkeng berisi kerbau yang dihiasi dengan bunga. Harimau ditempatkan di kandang kecil dan dipertemukan dengan kerbau atas perintah Raja.
Pertarungan pertama biasanya dimenangkan oleh kerbau dalam 19 dari 20 pertarungan. Jika kerbau kalah akan langsung diganti, begitu pula dengan harimau jika penampilannya kurang baik maka akan diganti juga.
Pertarungan kedua melibatkan ribuan manusia bersenjata tombak di alun-alun. Mereka berbaris dalam beberapa lapisan, dengan sebagian tombaknya diberi racun.
Beberapa orang membebaskan harimau dari kandang dengan mengancamnya menggunakan alang-alang yang dibakar atau menyodoknya dengan bambu.
Lantunan musik gamelan semakin memperkuat suasana menjadi lebih dramatis. Meskipun ada yang lolos, jika harimau berhasil melarikan diri, dia akan dibiarkan bebas.
Punahnya Harimau Jawa
Tradisi Rampogan Macan tidak lagi terbatas hanya pada keraton Kasunanan Surakarta dan kasultanan Yogyakarta, namun telah menyebar ke wilayah lain seperti Semarang, Kediri, dan Blitar.
Beberapa penelitian telah memverifikasi penyebaran ini, serta menunjukkan bahwa tradisi tersebut kini tidak hanya dilakukan sekali setahun, tetapi juga diselenggarakan sebagai hiburan untuk menyambut tamu.
Dan hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa populasi harimau Jawa di pulau Jawa kian hari kian menyusut.
Namun, keberadaan harimau Jawa yang merupakan ikon dari tradisi tersebut, telah terancam punah karena sejumlah faktor lainnya.
Salah satunya adalah pembukaan hutan secara besar-besaran untuk kepentingan pertanian dan perkebunan pada masa kolonial Belanda.
Wessing pun kembali menuliskan artikel yang bertajuk 'The Last Tiger in East Java: Symbolic Continuity in Ecological Change'pada tahun 1995.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: