Dari Kaki Gunung Ciremai, Dewi Kanti Kukuh Perjuangankan Masyarakat Adat dan Ajaran Sunda Wiwitan

Dari Kaki Gunung Ciremai, Dewi Kanti Kukuh Perjuangankan Masyarakat Adat dan Ajaran Sunda Wiwitan

Dewi Kanti Setianingsih penghayat Sunda Wiwitan.-Bangkitnya Kepercayaan Adat/Istimewa-radarkuningan.com

BACA JUGA:Sekitar 505 Ribu Warga Kuningan Merantau, Mayoritas Bekerja di 'BRI', Paling Banyak dari Wilayah Timur

Komunitas Jati Sunda Cigugur, terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari negara sebagai masyarakat adat. Mereka juga tetap berjuang untuk tidak selalu disalahpahami.

Dewi Kanti dalam berbagai kesempatan mengatakan, banyak diskriminasi yang dialami warga penghayat Sunda Wiwitan. Di antaranya adalah status di dinas kependudukan.

Menurutnya bukan warga penghayat Sunda Wiwitan tidak mendaftarkan, namun karena negara belum memberikan kesempatan.

“Dampaknya adalah pada siklus kehidupan yang rentankan perempuan atas status perkawinan, kemudian hak ekonomi,” katanya.

BACA JUGA:Peserta Seleksi JPT Pemkab Kuningan Jalani Assesment dan Psikotes, Diawasi Asesor dari UPT BKD Jawa Timur

Menariknya, kata dia, ketika perkawinan ditulis tak tercatat, itu bukan kesalahan warga negaranya. Yang salah justru sistem negaranya yang belum mengakomodir.

Dewi Kanti pada suatu kesempatan pernah menunjukkan kartu tanda penduduk atau (KTP)-nya yang kolam agamanya dikosongkan. Penyebabnya karena dia penghayat kepercayaan, dianggap tidak beragama.

Dewi Kanti pun pernah mengungkapkan, sejak menikah 2002 silam hingga sekarang, dia dan suaminya tak memiliki akta nikah. Lagi-lagi karena mereka penghayat Sunda Wiwitan.

Dampaknya sangat luas. Dewi Kanti tak berhak atas berbagai tunjangan, seperti tunjangan kesehatan dari kantor suaminya.

BACA JUGA:Hitungan Weton Pasangan Capres - Cawapres 2024, Ternyata Tidak Ada yang Cocok, Waduh!

Walau faktanya sudah menikah, karena tak memiliki akta nikah, sang suami tetap dianggap sebagai bujangan. Perusahaan pun tak berkewajiban memberikan tunjangan istri.

Begitu pun saat Dewi hamil dan melahirkan, anak yang dikandungnya tak akan mendapatkan akta kelahiran. Imbasnya merembet kepada kehidupan anak pada masa depan.

Tapi Dewi Kanti tak pernah berputus asa. Dia dan para penghayat kepercayaan akan terus berjuang melobi pemerintah. Dengan berbagai cara. Seperti menggandeng LSM dan badan agama, hingga bila perlu menempuh jalur hukum. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: