Desa Miliki Telaga Biru Ini, Gunakan Kata ‘Kadu’, Ternyata Tak Ada Kaitannya dengan Durian

Desa Miliki Telaga Biru Ini, Gunakan Kata ‘Kadu’, Ternyata Tak Ada Kaitannya dengan Durian

Telaga Biru Cicerem yang berada di Desa Kaduela, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan.-Yuda Sanjaya/Dok-radarkuningan.com

RADARKUNINGAN.COM - Desa yang memiliki Telaga Biru Cicerem yang indah ini menggunakan kata kadu di nama depannya. Tetapi, nama tersebut ternyata tak ada kaitannya dengan buah durian

Padahal banyak orang tahu, jika kata ‘kadu’ dalam bahasa Sunda berati buah durian. Salah satu jenis buah tropis yang memiliki aroma menyengat yang khas. 

Buah yang kulitnya berduri dan memiliki daging buah yang biasanya manis. Daging buahnya pun bertekstur lembut. 

Desa ini bernama Kaduela. Salah satu desa yang memiliki Telaga Biru Cicerem yang indah tersebut, masuk ke wilayah Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan.

BACA JUGA:5 Tempat Glamping Di Bandung Tawarkan Sensasi Bermalam Di Tepi Sungai

Ternyata nama Desa Kaduela tak ada kaitannya dengan buah durian. Banyak orang mengira, desa yang lokasinya di kaki Gunung Ciremai ini merupakan penghasil kadu atau durian.

Nama kadu di kata depan desa yang berada di dekat Kebun Raya Kuningan ini, justru mengandung falsafah yang sangat dalam.

Dalam sejarahnya, nama Kaduela, berasal dari dua kata; “Kadu ‘Ela”. Kata Kadu ini diartikan Adooh” dalam bahasa Jawa. Atau “Jauh” dalam bahasa Indonesia.

Sementara “Ela” berasal sari kata dalam bahasa Jawa “Elek”. Yang bisa diartikan dengan makna “jelek” dalam bahasa Indonesia.

BACA JUGA:5 Cara Menenangkan Kucing Agresif, Manjur Untuk dilakukan !

Jadi, Kaduela berasal sari kata “Adooh” dan “Elek”. Dua kata itu mengandung makna “jauh dari kejelekan. Bisa jadi, nama ini diberikan oleh para karuhun agar desa tersebut terjauh dari semua kejelekan.

Dalam sejarah desa tersebut dituliskan pada tahun 1525 Masehi, datanglah seorang ulama besar dari Mesir ke tanah Jawa tepatnya di wilayah Cirebon. Sosok itu bernama Syeh Maulana Makdum Ibrahim.

Pada waktu itu ajaran Islam sudah berkembang melalui Wali Songo. Ketika itu pula, di Cirebon sedang terjadi perselisihan paham antara para wali dengan Syeh Siti Jenar. 

Selisih itu terkait dengan perbedaan prinsip dalam syariat Islam. Terutama ajaran tentang “Manunggaling Kuwula Gusti”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: