Mengungkap Ritual Kawin Macan Tutul, Termasuk Slamet dan Rasi, Raja Hutan yang Tinggal di Gunung Ciremai

Mengungkap Ritual Kawin Macan Tutul, Termasuk Slamet dan Rasi, Raja Hutan yang Tinggal di Gunung Ciremai

Macan tutul memiliki ritual kawin yang unik. -Istimewa - Diolah-radarkuningan.com

BACA JUGA:Bukan Hanya Rabies, Ini Dia 5 Jenis Penyakit Kucing yang Paling Sering Dijumpai

“Dari cakaran itu macan tutul bisa mencium aroma. Semisal aroma itu berasal dari betina, si jantan akan mencari betina hingga kawin. Jika itu aroma berasal dari pejatan, dua kemungkinannya adalah mereka berkelahi atau menghindar,” terangnya.

Sebetulnya, lanjut dia, ruang jelajah macan tutul dibatasi oleh teritori pejantan lain. Jantan harus overlap agr bisa menemukan betina.

“Dan Slamet Ramadhan berpeluang besar bertemu Rasi, karena hanya dia satu-satunya pejantan di Ciremai. Hanya tinggal menunggu waktu saja kalau menurut saya,” tandas dia. 

Anton kemudian menguraikan tradisi perkawinan macan tutul yang berlangsung selama 2 sampai 7 hari. Ritual perkawinan mereka ditandai dengan berbagi mangsa bersama maupun menjilati satu sama lain seperti halnya kucing.

BACA JUGA:Inilah 7 Rekomendasi Jenis Tanaman Hias Gantung untuk Mempercantik Teras Rumah

Setelah musim kawin berakhir, jantan dan betina akan berpisah. Sebab pada dasarnya macan tutul adalah satwa soliter atau menyendiri.

Sementara dalam buku Manusia dan Macan Tutul, menjelaskan jika macan tutul betina akan matang seksual rata-rata pada umur 2.5 tahun. Sementara masa kehamilan rata-rata 96 hari.

Macan betina rata-rata melahirkan dua anak per kelahiran. Namun,kadang-kadang bisa tiga atau empat. Bahkan ada yang melaporkan sampai enam ekor.

Angka kematian anak macan tutul cukup tinggi, 40-50 persen. Karena itu, biasanya jarang dijumpai induk bersama anak lebih dari 1 – 2 ekor.

BACA JUGA:Jangan Keliru, Inilah 5 Cara Membedakan Sirih Gading dan Sirih Biasa, Perbedaannya Sangat Jelas Lho!

Jika Rasi dan Slamet tidak kawin, pemilihan TNGC sebagai tempat pelepasliaran macan tutul korban konflik dinilai solusi jangka panjang. Setidaknya, tak kelimbungan menentukan tempat rilis bagi macan.

Kembali menurut Anton, saat ini penanganan konflik masih tak jelas arahnya. Kadang, satwa yang hendak rilis, tidak dititiprawatkan di tempat yang tepat. Padahal kekeliruan semacam itu berdampak fatal.

Kekhawatirannya memang berdasar. Banyak macan tutul justru berakhir di kandang display. Sepanjang hidup mereka dihabiskan sebagai satwa koleksi lembaga konservasi, seperti kebun binatang. Dibutuhkan kesungguhan agar penanganan nasib si kucing besar itu jauh dari kepunahan.

“Kadang saya mengamati kegagapan kita menentukan pilihan antara rilis dan tidak, atau bahkan lambat memilih tempat pelepasliaran itu menjadi politis sekali. Dan itu masalah yang klasik banget,” ucapnya lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: