Kisah Masa Lalu Masyarakat Tionghoa di Cilimus Kuningan, Akibat Wabah Disentri, Setiap Hari 1 Orang Meninggal

Kisah Masa Lalu Masyarakat Tionghoa di Cilimus Kuningan, Akibat Wabah Disentri, Setiap Hari 1 Orang Meninggal

Masyarakat di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan pernah terserang wabah disentri di zaman penjajahan Belanda. -Yuda Sanjaya/Dok-radarkuningan.com

RADARKUNINGAN.COM - Menceriterakan kehidupan masa lalu masyarakat Tionghoa yang tinggal di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, sungguh sangat menarik.

Di antaranya soal wabah penyakit disentri yang pernah melanda wilayah itu pada pasca Perang Dunia I. Atau pada masa penjajahan Belanda.

Wabah disentri tersebut sangat ganas. Banyak nyawa yang melayang karena wabah itu. Memang tidak ada angka yang pasti berapa jumlah korbannya.

Namun, ada data yang menunjukkan jika keganasan wabah disentri tersebut dalam setiap hari, setidaknya ada 1 warga Kecamatan Cilimus yang meninggal dunia.

BACA JUGA:Bukan Hama! Berikut 5 Manfaat Jika Kamu Memelihara Kucing Kampung

Data tentang wabah disentri mematikan yang melanda desa di lereng Gunung Ciremai ini diungkap oleh Tedi Kholiludin. 

Dia adalah alumnus Departemen Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah. 

Tedi juga merupakan peneliti di Yayasan Pemberdayaan Komunitas (YPK) Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang. Mengajar di Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Jawa Tengah.

Tulisan Tedi Kholiludin soal wabah disentri di Cilimus tersebut bersumber pada tulisan Peter Liang Tek Sun. Dia adalah seorang Tionghoa yang lahir di Cilimus, Kuningan Jawa Barat pada 2 Oktober 1919.

BACA JUGA:Kenapa Kucing Sering Mencakar Kursi? Simak 3 Alasan dan Cara Mencegahnya Disini!

Peter menulis disertasi berjudul “A Life Under Three Flags: 1919-1975”. Tulisan itu sebagai tugas akhirnya di University of Western Sidney, Australia. 

Peter menyelesaikan studinya di Jurusan Sejarah diselesaikan pada Maret 2008. Peter sudah berusia 89 tahun ketika mengakhiri studi doktoralnya. Peter meninggal pada 18 Juli 2010. 

Disertasi yang ditulisnya berkisah tentang kehidupan bangsa Indonesia di bawah “tiga bendera. Bendera Belanda, Jepang dan Masa Kemerdekaan, Indonesia.

Dijelaskan Peter, seperi yang ditulis Tedi, pasca Perang Dunia I, tak hanya cerita kesejahteraan ekonomi yang tersaji di Cilimus. Ternyata warga setempat banyak juga yang menderita akibat wabah disentri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: