Kisah Masa Lalu Masyarakat Tionghoa di Cilimus Kuningan, Akibat Wabah Disentri, Setiap Hari 1 Orang Meninggal
Masyarakat di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan pernah terserang wabah disentri di zaman penjajahan Belanda. -Yuda Sanjaya/Dok-radarkuningan.com
BACA JUGA:Ternyata Ini 5 Alasan Kenapa Induk Kucing Memakan Anaknya Sendiri, Bukan Karena Tidak Peduli!
Kakek Sun telah mengatur dan membangun makamnya bertahun-tahun sebelum kematiannya. Dia memilih tempat dengan hati-hati, memastikan bahwa dari kuburan itu tersaji view yang indah; Gunung Ciremai dan sungai Cibacang yang mengalir sampai jauh.
Satu per satu meninggalkan kuburan setelah makan nasi rames, lalu pergi kembali ke rumah masing-masing. Ucapan terima kasih disampaikan oleh anggota keluarga dekat almarhum kepada mereka yang turut hadir di pemakaman.
Pasca kepergian kakek Sun, ayah Peter kemudian melanjutkan pengobatan untuk sakit disentrinya. Dokter herbal Tionghoa dari Cirebon datang rutin untuk memeriksa kondisi Peter.
Dia pun merasa lebih baik meskipun ayahnya harus mengeluarkan banyak uang untuk terapinya. Selera makan yang meningkat membuat ia lebih cepat untuk pulih dan kuat. Peter bisa bermain dengan adiknya, An Nio dan Amir.
BACA JUGA:Sampai di-Review Nex Carlos, Seenak Apa Mie Get Cirebon? Yakin Nggak Ngiler untuk Mencoba?
Banyak anak-anak kecil dari masyarakat Cilimus yang tidak terselematkan karena orang tua mereka miskin dan tidak kuat membeli obat atau membayar dokter.
Pemerintah Kolonial tidak memiliki cukup banyak dokter dan obat-obatan untuk merawat serta mengobati masyarakat yang sakit.
Meskipun mereka mengeluarkan kebijakan Politik Etis, yang selalu dibanggakan, tapi pemerintah tidak cukup mengalokasikan dana untuk mendukung kesehatan masyarakat.
Perang Dunia I menyebabkan jalur transportasi untuk pengiriman kebutuhan pokok menjadi tidak lancar. Ledakan ekonomi pasca perang yang ditandai ekspor bahan baku tidak memperbaiki kondisi ekonomi di Belanda dan negara-negara koloninya.
Wabah disentri di Cilimus sangat parah sehingga anak bungsu tetangga Peter, Kwi Jin, tidak terselamatkan karena mereka tidak cukup punya uang untuk membeli obat.
Peter sendiri akhirnya sembuh dari disentri. Cukup lama, 3 bulan setelah meninggalnya Kakek Sun.
Begitulah kisah perjalanan masyarakat Tionghoa di Cilimus. Mereka juga turut menderita akibat wabah disentri yang mematikan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: