5 Kampung Sunda Kuno di Indramayu, Berada di 2 Kecamatan Berjauhan, Diapit Masyarakat Jawa Dermayon
Tradisi Ngarot di Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu yang merupakan Kampung Sunda kuno. -Pemcam Lelea-radarkuningan.com
Karenanya, mereka menyebar ke banyak wilayah di Indramayu dengan membawa serta penggunaan bahasa Jawa dalam keseharian mereka. Sementara masyarakat Sunda hanya terkonsentrasi) di 5 desa tersebut.
Bahasa Sunda yang dituturkan oleh masyarakat di 5 desa itu memiliki sejumlah perbedaan dengan bahasa Sunda yang dituturkan mayoritas masyarakat Sunda di Jawa Barat, sekarang ini.
Bahasa Sunda yang digunakan masyarakat di Indramayu merupakan bahasa Sunda Lama atau Sunda Kuno. Karena itu, desa-desa tersebut dinamai Kampung Sunda Kuno.
Perbedaan yang paling jelas di antaranya mengenai tidak adanya tingkatan dalam penggunaan bahasa Sunda Lama. Sementara, dalam bahasa Sunda yang digunakan masyarakat Sunda pada umumnya, terdapat tingkatan.
BACA JUGA:UNIK! 8 Love Language Kucing Pertanda Ia Menyayangimu, Lebih dari Apapun! Apa Kamu Menyadarinya?
Sedangkan dalam bahasa Sunda yang digunakan masyarakat di lima desa tersebut, tidak mengenal tingkatan. Sehingga kesannya kasar. Padahal karena memang tidak ada tingkatan bahasanya.
Dalam bahasa Sunda Lama juga tidak ada penggunaan ‘eu’. Seperti misalnya kata ‘leuwi’ yang diucapkan orang Sunda, akan menjadi ‘lewi’ dalam bahasa Sunda Lama.
Bukan hanya itu, berdasarkan hasil penghitungan dialektometri, perbedaan tersebut juga terletak pada dialeknya. Isolek Sunda di wilayah Jawa Barat terbagi ke dalam dua dialek. Yakni, dialek (h) dan non-(h).
Dialek (h) dituturkan hampir di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat. Di antaranya Majalengka, Bogor, Tasikmalaya, Kuningan, Bekasi, Garut, Ciamis, Sukabumi, Subang, Purwakarta, Sumedang, Cianjur, Karawang, Bandung, dan Bandung Barat.
BACA JUGA:Jangan Diabaikan! Simak 8 Ciri Ciri Kucing Mau Mati Yang Jarang Disadari Oleh Pemiliknya
Sedangkan dialek non-(h), dituturkan oleh masyarakat di Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu.
Dialek itu tidak merealisasikan bunyi (h) di segala posisinya. Seperti contohnya, sa’a (Sunda Parean) – saha (Sunda di Jabar). Kemudian siapa, po’o (Sunda Parean) – poho (Sunda di Jabar).
Meski demikian, keragaman dialek maupun keragaman bahasa daerah di setiap daerah, menjadi kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia.
Siapapun, semestinya, bisa saling menghormati dan menghargai bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: