Mengenal Tablo, Sebutan Masyarakat untuk Harimau Jawa, Punya Kedudukan Tinggi

Mengenal Tablo, Sebutan Masyarakat untuk Harimau Jawa, Punya Kedudukan Tinggi

Harimau Jawa memiliki banyak nama lokal termasuk Tablo.-Nationaal Archief - Collectie Spaarnestad-radarkuningan.com

BACA JUGA:Bikin Kucing Jengkel dan Menjauh! Ini 5 Bau Alami yang Tidak Disukai Kucing, Cara Ampuh Usir Kucing Kampung

Seperti diketahui, penamaan harimau ini memang kerap disesuaikan dengan kebiasaan atau lokasi masyarakat itu sendiri.

Penelitian itu dilakukan oleh Budi Gustaman dan Hilman Fauzia Khoeruman dari Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung. 

Hasil penelitian tersebut ditulis di Jurnal Unpad dengan judul “Antara Mitos dan Realitas: Historisitas Maung di Tatar Sunda”. Tulisan itu membahas soal simbolik maung.

Diungkapkan dalam penelitian itu, maung  direpresentasikan secara khusus sebagai simbol kekuatan. Simbolisasi maung tercermin dalam beberapa identitas kekinian.

BACA JUGA:Ayo Biasakan Kucing Berak Pada Tempatnya, Inilah 3 Cara Mengajari Kucing Agar Bau kotorannya Tidak Kemana-mana

Seperti pada julukan klub sepak bola terbesar di Jawa Barat, Persib “maung” Bandung. Juga, pengadopsian secara visual sebagai lambang Divisi Siliwangi, satuan militer wilayah Jawa Barat. 

Di balik pemaknaan itu, terdapat jejak-jejak historis yang menyebabkan begitu lekatnya maung dalam benak masyarakat Sunda. 

Dalam penelitian tersebut berusaha untuk menelusuri maung dalam bingkai mitos dan juga ekologis. Di Tatar Sunda tersebar mitos-mitos terkait harimau yang disampaikan secara lisan dan tulisan atau naskah.

Selain itu, jejak maung pun banyak pula ditulis pada sumber-sumber kolonial, seperti arsip, koran, hingga roman.

BACA JUGA:Bukan Hilirisasi, Inilah Rekomendasi 3 Tanaman Memiliki Aroma Harum Menangkal Kucing Berak Sembarangan

Secara umum, maung mencerminkan mentalitas kultural masyarakat Sunda, yang pemaknaannya menjadi penghubung antara mitos dan realitas.

Simbol maung dalam masyarakat Sunda terkait erat dengan legenda menghilangnya (nga-hyang) Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya. 

Penyebabnya karena penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan Prabu Siliwangi.

Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: