Jejak Kejayaan Perusahaan Otobus Serayu Kuningan, Sang Raja Jalur Pantura yang Kini Telah Tiada

Jejak Kejayaan Perusahaan Otobus Serayu Kuningan, Sang Raja Jalur Pantura yang Kini Telah Tiada

Foto jadul bus PO Serayu yang melegenda dan Serayu O Oil milik Rinto Yulianto, cucu sang pendiri PO Serayu, R Sutarin. --

KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM- Bagi warga Kuningan yang lahir di tahun 50 dan 60 an, pasti pernah menikmati layanan transportasi dari bus legendaris, Perusahaan Otobus (PO) Serayu. Perusahaan moda transportasi darat ini bisa disebut yang paling tua milik warga Kabupaten Kuningan setelah PO Setianegara. 

Di era tahun 1970, layanan angkutan umum dari Kuningan menuju Jakarta dan Bandung didominasi tiga perusahaan bus. Antara lain PO Setianegara, Serayu dan Dwi Karya.
 
 
 
Bus Setianegara dan Serayu memiliki trayek Kuningan-Jakarta dan PO Dwi Karya mengkhususkan pengangkutan penumpang dengan trayek Kuningan-Cirebon-Bandung.
 
Satu perusahaan bus dari Kuningan yang pernah berjaya dan merajai jalanan Pantura jauh sebelum kehadiran PO Luragung Jaya adalah PO Serayu. Didirikan sekitar tahun 1970, PO Serayu hampir selama 20 tahun menguasai line trayek Kuningan-Cirebon-Jakarta.
 
Armada busnya setiap tahun bertambah. Penumpang yang ingin ke Jakarta, dipastikan memilih naik bus Serayu. Namun seluruh bus Serayu sama sekali tanpa AC, karena di jaman tersebut belum ada 
 
 
 
Pendiri PO Serayu adalah R Sutarin, warga asli Kabupaten Kuningan. Sebelum terjun menggeluti bisnis transportasi darat, Sutarin bekerja di Toko Netral di Jalan Siliwangi kawasan Cigembang, kota Kuningan.
 
Sutarin muda adalah pekerja keras, jujur dan orang kepercayaan pemilik Toko Netral. Tak heran jika kemudian pemilik toko memberikan sebuah mobil bus kepada Sutarin, sebagai bentuk apresiasinya.
 
Bermodalkan satu unit bus, Sutarin mulai menjalankan usaha sendirinya. Dia memberi nama Serayu untuk bus. Nama Serayu sendiri mirip dengan nama Sungai Serayu yang ada di Provinsi Jawa Tengah.
 
"Kakek saya dulunya bekerja di Toko Sentral. Karena memiliki kinerja yang sangat bagus, akhirnya mendapat reward berupa satu unit bus,' tutur Rinto Yulianto, cucu dari R Sutarin.
 
 
 
Rinto menceritakan perjuangan sang kakek membesarkan usaha transportasinya. Dari satu unit bus, pelan namun pasti, sang kakek berhasil menambah jumlah armadanya.
 
Trayek yang ditempuh tetap jurusan Kuningan-Cirebon-Jakarta. Pool bus Serayu berada di belakang Sanggariang. 
 
"Kakek sangat konsen memajukan PO Serayu selama puluhan tahun hingga mampu bertahan hingga tahun 1990 an. Setiap tahun, pasti ada armada bus baru yang dibeli kakek. Dari awal berdiri di tahun 1970 sampai 1990, PO Serayu memiliki 12 unit bus," terang Rinto yang kini membuka usaha dengan label Serayu Oil di Jalan Syeh Maulana Akbar, kota Kuningan.
 
 
 
Rinto melanjutkan, usaha sang kakek mulai menurun memasuki dekade 1990. Apalagi muncul perusahaan bus baru yang armadanya lebih baru.
 
Meninggalnya sang kakek, juga menjadi salah satu kemunduran usaha PO Serayu. Ditambah persaingan antar perusahaan otobus yang semakin ketat dan juga pengelolaan tidak maksimal.
 
"Jumlah anak kakek seluruhnya 8 orang. Tapi meski banyak anak, namun tidak ada satu pun yang benar-benar turun langsung mendampingi kakek mengelola bus. Baru setelah kakek meninggal, anak-anaknya terlibat mengelola bus. Mungkin disebabkan pengelolaan yang tidak maksimal dan kurang pengalaman, di awal tahun 1990 an, PO Serayu terpaksa berhenti beroperasi," kenang Rinto.
 
 
 
Rinto menuturkan, pasca berhenti beroperasi, bus yang berjumlah 12 unit dibagikan kepada 8 anak-anaknya. Tapi pada akhirnya, semua unit terjual berikut trayeknya.
 
Meski saat ini sudah tidak lagi berkecimpung di dunia moda transportasi, namun nama Serayu tetap abadi di hati anak dan cucu R Sutarin.
 
"Bus milik orang tua saya kemudian dijual kemudian dibelikan lahan dan dijadikan usaha dengan nama Serayu Oil. Sejak awal, saya dilibatkan mengurus usaha ini. Jadi sangat paham. Nama Serayu Oil saya gunakan untuk mengenang perjuangan kakek mendirikan PO Serayu," tutur Rinto. 
 
 
 
Bagi warga Kuningan, PO Serayu, Setianegara dan Dwi Karya pernah melegenda. Di masanya pula, bus-bus dari ketiga perusahaan itu juga menjadi idola para pelajar sekolah menengah atas yang berada di jalur Kuningan-Cirebon.
 
Bahkan saking familiarnya dengan bus tersebut, para pelajar mempunyai julukan khusus yakni bus Balandongan. 
 
Bukan tanpa sebab memberi julukan itu karena kabin bus di masa itu seperti balandongan lantaran kondisinya blong alias tanpa aksesoris seperti bus jaman now. 
 
Saban bubaran sekolah, siswa berseragam abu-abu rela antre di pinggir jalan untuk naik bus balandongan. Cukup membayar Rp100 untuk jarak Cilimus-Jalaksana. Jika sampai Terminal Bus Cirendang dari Pasar Cilimus, bayarnya Rp150. (Agus)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: