Warga Kampung Cireundeu, Miliki Kebiasaan Puasa Makan Nasi, Ternyata Terkait Ajaran Madrais Cigugur Kuningan

Warga Kampung Cireundeu, Miliki Kebiasaan Puasa Makan Nasi, Ternyata Terkait Ajaran Madrais Cigugur Kuningan

Potret rumah masyarakat Kampung Adat Cireundeu. -Thusyar Pratama/Ist-radarkuningan.com

BACA JUGA:Inilah 5 Pertanda Kucing Mendekati Kita, Ternyata Anabul Nyaman Sama Kalian

Kehidupan antar masyarakat hidup dengan semangat gotong royong. Kampung Cireundeu didominasi masyarakat muslim. Namun keberadaan masyarakat adat menjadikan kampung banyak dikunjungi dan dijadikan tempat wisata, penelitian, acara adat. Bahkan  acara-acara lain yang bekerjasama dengan berbagai pihak.

Masyarakat adat tersebar di tiga RT. Di tempat itu berdiri masjid dan bale sarasehan atau tempat untuk berkumpul atau pertemuan masyarakat adat. Kehidupan yang harmonis dan saling gotong royong tergambar dalam setiap kegiatan seperti saat kelahiran yang saling membantu dalam menyediakan kendaraan.

Saat ada keluarga warga yang meninggal, mereka saling membantu menggali tanah. Namun masyarakat yang berbeda keyakinan tak ikut serta dalam ritual pemakaman.

Sedangkan dalam perkawinan, masyarakat adat dan agama atau kepercayaan lain saling mengucapkan permisi dan mengundang satu sama lain. Namun kebiasaan masyarakat datang sehari sebelum acara perkawinan digelar. Sehingga saat hari perkawinan, undangan yang datang adalah keluarga, saudara, teman dan lainnya.

BACA JUGA:8 Tanda Kucing Menghormati dan Menyayangi Pemiliknya, Kenali Tandanya Disini

Adapun upacara yang dilakukan oleh masyarakat adat, seperti peringatan satu sura atau tanggal 1 sura sesuai kalender Saka Sunda. Masyarakat dengan kepercayaan lain mengikuti persiapan dan ikut berpartisipasi dalam jalannya acara.

Masyarakat kampung Cireundeu memiliki kesenian gondang, karinding, serta angklung buncis yang biasanya ditampilkan dalam ritual upacara adat tertentu. Seperti upacara satu sura atau sekedar upacara menyambut tamu. 

Masyarakat adat di kampung ini adalah bagian dari Sunda Wiwitan yang tersebar di daerah Cigugur-Kuningan-Cirebon dengan nama Agama Djawa-Sunda (ADS), Sunda Wiwitan Suku Baduy di Kanekes (Lebak,Banten), Kasepuhan di Cipta gelar (Banten Kidul, Sukabumi), Cisolok-Sukabumi, Kampung Naga-Tasikmalaya.

Sunda Wiwitan berasal dari kata sunda dan wiwitan. Dapat diartikan bahwa Sunda Wiwitan berarti Sunda asal atau Sunda asli atau disebut juga agama Jati Sunda. Yang diyakini sebagai sebuah agama yang besar. Agama leluhur bangsa yang sangat peduli terhadap alam dan sopan santun.

BACA JUGA:5 Tanda Kucing Sayang Sama Kita, Ternyata Ini Tanda Yang Di Lakukan Oleh Anabul!

Pandangan masyarakat Cireundeu terhadap agama adalah ageman (pegangan) untuk tuntunan hidup (keselamatan). Hal ini tidak bisa lepas dari pemaknaan budaya. 

Artinya ketika seseorang beragama maka secara tidak langsung dan tidak disadari sedang menjalankan dan memaknai budaya yang melekat pada agama yang dianut.

Hal ini dikuatkan dengan adanya pepatah Sunda yang mengatakan bahwa “ulah poho kana kulah getih sorangan”. Artinya jangan lupa akan tanah kelahiran atau ibu pertiwi. 

Juga ungkapan “budaya batur dimumule, budaya sorangan dipohokeun cul dogdog tinggal igel”. Artinya, budaya bangsa lain dipelihara, sementara budaya bangsa sendiri dilupakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: