Misteri Makam Buyut Bakom di Desa Singkup Japara, Kisah Tragedi Kelam Eksekusi Santri Asal Jawa Tengah

Misteri Makam Buyut Bakom di Desa Singkup Japara, Kisah Tragedi Kelam Eksekusi Santri Asal Jawa Tengah

Makam Buyut Santri Bakom yang berada di Desa Singkup Kecamatan Japara, Kuningan. (Agus Sugiarto)--

KUNINGAN, RADARKUNINGAN.COM- Tidak lama lagi, warga Desa Singkup, Kecamatan Japara, Kuningan akan memiliki tempat wisata religi. Namanya Wisata Religi Makam Buyut Santri Bakom.
 
Sebenarnya, makam ini sudah ada sejak berabad-abad lalu. Namun akses menuju lokasi makam yang berada di area persawahan hanya berupa jalan setapak.
 
Disamping harus menyusuri jalan setapak, pengunjung juga harus turun ke sungai selebar 6 meter.
 
 
Nah agar peziarah lebih mudah menuju makam Buyut Bakom, warga setempat bergotong royong membuat jalan dan jembatan di atas sungai. Proses pembuatan jalan selebar 3 meter ini masih terus dilakukan warga.
 
Panjang jalan sendiri sekitar 1,2 kilometer dan panjang jembatan 6 meter. Uniknya, jembatan ini tidak dibangun permanen melainkan dibuat dari bambu yang memang banyak tumbuh di desa tersebut.
 
Tokoh masyarakat Singkup, Jojo menuturkan, makam Buyut Bakom diyakini warga Singkup dan desa tetangga adalah seorang santri yang berasal dari Jawa Tengah sekitar abad 17.
 
Selama ini warga Singkup merawat makam tersebut, meski akses masuknya cukup sulit. Bahkan setiap malam Jumat Kliwon, suka ada peziarah dari desa tetangga yang datang ke makam tersebut.
 
 
"Sudah sejak lama kami berniat membangun jalan yang cukup lebar menuju makam. Ini agar motor yang dibawa peziaran bisa sampai ke lokasi makam. Keinginan ini sekarang baru terlaksana. Sudah beberapa hari ini warga Desa Singkup kerja bakti membuat badan jalan. Untuk sementara baru berupa tanah saja. Ke depannya kami berencana untuk mengaspalnya, supaya lebih mudah dilalui," jelas Jojo, Minggu 9 Juli 2023.
 
Jojo menuturkan kisah makam Buyut Santri Bakom yang diperolehnya secara turun temurun. Buyut atau Santri Bakom sendiri diduga bukan warga lokal melainkan berasal dari daerah Jepara, Jawa Tengah.
 
Dari cerita yang diperolehnya, kejadian tragis yang menyebabkan hilangnya nyawa Santri Bakom diperkirakan berlangsung pada Abad ke 17. 
 
Alkisah, kata Jojo, di kisaran abad ke-17, Desa Peundeuy Raweuy (sekarang Desa Japara) dan desa lainnya sudah memeluk Agama Islam dan berada di bawah kekuasaan Kesultanan Cirebon. Desa Peundeuy Raweuy adalah desa tetangga Singkup.
 
 
Dan sudah menjadi kewajiban pada masa itu, setiap kuwu melaksanakan tugur (piket) di Kasepuhan Cirebon, yang lamanya tiga bulan dalam setiap tahun. Demikian juga Kuwu Desa Peundeuy Raweuy, mendapat giliran untuk melaksanakan kewajiban piket di Keraton Kasepuhan Cirebon.
 
Pada saat kuwu akan berangkat, datanglah seorang laki-laki pengembara yang berasal dari Jepara, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pria yang diketahui seorang santri tersebut datang ke Desa Peundeuy Raweuy bermaksud bermalam, usai dirinya belajar mengaji dari daerah Ciamis.
 
Melalui musyawarah dengan para tokoh masyarakat, diputuskanlah santri tersebut untuk bermalam di rumah kuwu. Sekaligus untuk menjaga keluarga kuwu selama tugas piket di Cirebon.
 
 
Usai bertugas tiga bulan, Kuwu Peundeuy Raweuy kembali ke desanya, dan sesampainya di rumah, kuwu terkejut melihat istrinya yang sudah berbadan dua.
 
"Pada saat mau berangkat ke Cirebon, Kuwu Peundeuy Raweuy tidak menyadari kalau istrinya sedang hamil," paparnya menirukan cerita dari leluhurnya 
 
Tidak mengetahui istrinya sedang hamil saat berangkat piket, membuat kuwu menuduh santri tersebut telah berbuat yang tidak senonoh terhadap istrinya.
 
Tuduhan kuwu yang merupakan sebuah aib, tidak bisa diterima oleh santri karena memang santri tidak merasa berbuat seperti yang dituduhkan kuwu.
 
 
Karena merasa difitnah oleh kuwu, untuk membuktikan kebenaran, santri tersebut rela dieksekusi dengan cara dipotong lehernya di hadapan warga.
 
"Jika darah saya keluar merah berarti saya salah, tetapi kalau darah yang keluar putih, berarti saya tidak berbuat yang dituduhkan kuwu," ungkap Jojo menirukan perkataan santri.
 
Untuk membuktikan kebenaran, terjadilah eksekusi terhadap santri tersebut disaksikan kuwu dan warga Peundeuy Raweuy.
 
Dalam proses eksekusi, ternyata darah yang keluar awalnya merah. Namun sang santri tetap meminta kepada algojo yang melaksanakan tugas untuk meneruskan proses tersebut.
 
 
"Dengan kekuasaan Allah, darah yang keluar ternyata putih," katanya.
 
Darah putih yang keluar, menjadi bukti bahwa semua tuduhan kuwu terhadap santri tersebut adalah tidak benar. Tetapi kebenaran tersebut tidak bisa menyelamatkan nyawa santri.
 
"Karena merasa malu, kuwu bersama keluarganya akhirnya kabur ke Kapetakan Cirebon," tambah dia.
 
Kaburnya kuwu ke arah Cirebon ternyata disertai dengan sebuah ancaman kuwu kepada semua warga Peudeuy Raweuy untuk tidak menguburkan jenazah santri tersebut. Jika ada yang melanggar maka nasibnya akan sama dengan santri tersebut.
 
Warga Peundeuy Raweuy yang mendapat ancaman dari kuwunya tersebut tidak ada yang berani untuk menguburkan santri tersebut.
 
Melalui musyawarah dengan para tokoh desa, ditawarkanlah penguburan santri tersebut ke Desa Singkup yang merupakan tetangga Desa Peundeuy Raweuy dengan imbalan tanah seluas 25 hektare.
 
Tawaran tersebut disanggupi, maka dimakamkanlah santri tersebut di wilayah Desa Singkup hingga sekarang makamnya terkenal dengan nama Makam Buyut Santri Bakom. 
 
 
"Nama aslinya tidak ada yang tahu, tetapi masyarakat tahunya beliau adalah tokoh agama, maka disebutlah Buyut Santri Bakom. Kenapa Bakom? Karena area persawahan itu memang namanya Bakom," pungkas Jojo.
 
Makam Buyut Santri hingga sekarang menjadi tempat untuk berziarah. Dan wewenang sepenuhnya berada di bawah Pemerintah Desa Singkup. (Agus)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: